Karena Tak Ada Kata Kebetulan Kecuali Semua itu telah Allah Tentukan

Kamis, 14 Juni 2007

SEBELUM KAU MATI

Bila engkau mati maka penderitaan akan berakhir,
namun tak akan dapat pernah kau rasakan kenikmatan hidup
dalam jiwamu yang tenang.


إِلـَهِي لَسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاً { وَلاَ أَقْوَى عَلَى النَّـارِ اْلجَحِيْمِ
Wahai tuhanku ku tak pantas di surgamu # namun juga tak sanggup di neraka
ذُنُوبـِى مِثْلُ أَعْـدَادِ الرِّمَالِ { فَهــَبْ لِي تَوْبَةً يَاذَاالجـَلاَلِ
Dosa-dosaku menumpuk bagaikan tumpukan pasir #
wahai Tuhan yang maha agung, terimalah taubatku
وَعُمْرِيْ نَاقِصٌ فِيْ كُلِّ يـَوْمِ { وَذُنُوْبِيْ زَائِدٌ كَيْفَ احْتِمَالِيْ
Usiaku berkurang tiap hari #
sedangkan dosa-dosaku terus bertambah, bagaimana ku harus menanggungnya
إِلَهِى عَبْدُكَ الـعَاصِى أَتَـاكَ { مُقِرًّا بالِذُنُوْبِ وَقَدْ دَعـَاكَ
Tuhanku, hambamu yang durhaka ini menghadapmu #
dengan mengakui segala dosa-dosanya, dia memanggil-Mu
فَإِنْ تَغْفـِر فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْـلاً { وَإِنْ تَرْدُدْ فـَمَنْ نَرْجـُوْ سِوَاكَ
Apabila Engkau berikan ampunan-Mu, memanglah sudah sepantasnya #
tetapi jika tidak Engkau berikan ampunanmu, lalu kepada siapa ku berharap selain dari-Mu

---שׁ---
ý

Rabu, 06 Juni 2007

Semangat Hari Bumi 22 April
Perlu Strategi Adaptasi Hadapi Pemanasan Global
Jakarta, KCM

Kirim Teman Print Artikel


ist
Bumi terus berubah dan penghuninya harus selalu dapat menyesuaikannya.

Berita Terkait:
Pemanasan Global Munculkan Karang Hantu
Dampak Pemanasan Global, Penduduk Pasifik Pindah Pulau
CO2 Capai Kadar Tertinggi dalam 650.000 Tahun


Pemanasan global telah menjadi keniscayaan meskipun usaha mencegahnya masih terus dilakukan. Langkah terbaik di samping menekan berbagai penyebabnya adalah mempersiapkan diri menghadapi dampak negatifnya.
Para pakar dan ilmuwan telah lama memastikan bahwa naiknya suhu permukaan Bumi dipicu meningkatnya emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Sesuai data Laboratorium Pemantauan dan Diagnosis NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), kadar CO2 naik 36 persen, dari 280 bagian permil (ppm) sebelum revolusi industri menjadi 378 ppm pada tahun 2005.
Naiknya kadar karbon dioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksaflourida di atmosfer Bumi memaksa radiasi panas matahari tetap terperangkap di atmosfer. Inilah efek rumah kaca yang menjadi biang pemanasan global.
"Menurut laporan Panel Ahli tentang perubahan Iklim (IPCC), suhu Bumi meningkat 0,7 derajat Celcius dalam 100 tahun terakhir," kata Mubariq Ahmad, Direktur Eksekutif World Wildlife Fund (WWF) Indonesia. IPCC memprediksi, jika tidak ada upaya secara global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, suhu Bumi akan meningkat hingga 5,8 derajat Celsius pada 2100 dibandingkan tahun 1900.
"Padahal, tidak banyak komunitas makhluk hidup yang mampu bertahan dengan kenaikan suhu 2 derajat Celcius saja," kata Eka Melisa, Direktur Perubahan Iklim dan Energi WWF Indonesia. Pemanasan global juga ditengarai sebagai pemicu melelehnya daratan es di kutub yang menyebabkan naiknya permukaan air laut.
Perubahan volume dan suhu air laut memicu terjadinya perubahan iklim secara gradual. Naiknya suhu permukaan Bumi menyebabkan naiknya uap air di atmosfer. "Tidak heran jika saat ini sering terjadi hujan salah musim dan badai semakin besar, seperti Katrina yang melanda wilayah AS," lanjut Eka.
Lapisan es di Antartika dan Greenland terus menipis sehingga mengganggu kehidupan biota di sana. Naiknya suhu air laut juga menyebabkan pemutihan karang yang terjadi secara luas di seluruh bagian dunia. Di Indonesia, fenomena ini jelas terlihat di sekitar Kepulauan Seribu dan Bali Barat.
Menurut Eka, jika kenaikan kadar CO2 mencapai batas 550 ppm, sebagian besar makhluk hidup mungkin tidak akan bertahan di Bumi. Kekeringan atau banjir bandang karena perubahan iklim yang ekstrim atau musim yang tidak teratur akan memicu berbagai macam penyakit, kelaparan, dan kerusakan besar-besaran di muka Bumi.
Strategi adaptasi
"Mitigasi sudah sering dilakukan untuk mempelajari dampak perubahan ikim ini, namun usaha untuk merencanakan strategi adapatsi secara terintegrasi belum dilakukan," kata Mubariq. Menurutnya, para pakar dan pemerintah harus bahu-membahu untuk menyiapkan sistem peringatan dini, baik untuk memprediksi kemungkinan terjadinya fenomena alam maupun dampak jangka panjang yang terjadi secara bertahap.
Namun, untuk menyusun strategi adaptasi yang terintegrasi seperti itu tidak gampang. Perlu data dan informasi yang akurat mengenai dampak potensial dan menentukan lokasi-lokasi yang rawan terkena dampak perubahan iklim.
Selain komitmen dari pemerintah, upaya menyusun strategi adaptasi juga harus melibatkan masyarakat. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kepedulian masyarakat melalui berbagai bentuk sosialisasi, termasuk menetapkan program lingkungan hidup sebagai bagian kurikulum pendidikan nasional.
"Saat ini mungkin sudah dilakukan, namun masih bagian dari muatan lokal yang diserahkan setiap penyelenggara pendidikan. Akan lebih baik jika kesadaran ini dibangun secara nasional," lanjut Mubariq. "Sudah saatnya semua sektor tidak berpikir lagi secara sektoral, namun bersinergi membuat sutau mekanisme satu atap untuk merancang strategi adaptasi secara nasional," imbuh Eka.

Penulis:
Wah
sumber kompas 22 april 2006